Forum Publik sebagai Media Edukasi Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih jadi salah satu isu sosial yang sering terjadi tapi jarang dibicarakan secara terbuka. Banyak korban memilih diam karena takut, malu, atau merasa nggak punya tempat untuk mengadu. Di sinilah forum publik bisa hadir sebagai solusi yang nggak cuma memberi ruang untuk berbicara, tapi juga jadi media edukasi anti kekerasan dalam rumah tangga yang inklusif dan suportif.
Lewat pendekatan yang terbuka dan partisipatif, forum publik mampu mengangkat isu sensitif ini ke permukaan tanpa menghakimi, sekaligus memberi informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kenapa Isu Kekerasan Rumah Tangga Sering Terabaikan?
Sebelum membahas bagaimana forum publik bisa membantu, penting untuk memahami akar permasalahannya terlebih dahulu.
- Budaya patriarki yang masih kuat.
Di banyak komunitas, KDRT dianggap masalah rumah tangga yang “wajar” atau tidak pantas dibawa ke ruang publik. Akibatnya, korban sering disalahkan atau dipaksa untuk “sabar”. - Kurangnya akses informasi hukum dan perlindungan.
Banyak korban KDRT tidak tahu bahwa mereka sebenarnya dilindungi oleh undang-undang, atau tidak paham ke mana harus melapor. - Stigma sosial terhadap korban.
Korban seringkali merasa malu atau takut dianggap aib oleh lingkungan sekitar, terutama jika pelakunya adalah pasangan sendiri. - Minimnya ruang aman untuk diskusi.
Sulit menemukan tempat di mana orang bisa bicara soal kekerasan tanpa takut dihakimi, diremehkan, atau dilabeli macam-macam.
Masalah-masalah inilah yang membuat edukasi dan ruang diskusi publik menjadi sangat penting untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap KDRT.
Peran Forum Publik dalam Edukasi Anti Kekerasan Rumah Tangga
1. Menyediakan Ruang Aman untuk Berbagi dan Mendengarkan
Forum publik bisa menjadi tempat di mana korban atau penyintas bisa menceritakan pengalaman mereka secara anonim, atau lewat pendamping komunitas. Cerita-cerita ini penting untuk membuka mata masyarakat bahwa KDRT bisa terjadi di mana saja—bahkan dalam rumah yang dari luar terlihat “baik-baik saja”.
2. Mengedukasi Hak dan Perlindungan Hukum
Banyak warga tidak tahu bahwa ada undang-undang khusus yang melindungi korban kekerasan, seperti UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Forum publik bisa menghadirkan narasumber seperti pengacara, aktivis, atau perwakilan lembaga perlindungan perempuan untuk menjelaskan hak-hak korban dan cara mengaksesnya.
Misalnya, bagaimana cara menghubungi layanan UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), atau cara membuat laporan ke polisi yang tepat.
3. Mendorong Diskusi Sosial yang Empatik
Forum publik membantu masyarakat memahami bahwa KDRT bukan soal urusan pribadi pasangan, tapi masalah sosial yang berdampak luas—terutama pada anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan.
Dengan pendekatan yang humanis, forum bisa membentuk solidaritas warga untuk tidak lagi memaklumi kekerasan, dan justru mendorong lingkungan yang saling jaga.
4. Melibatkan Komunitas sebagai Agen Perubahan
Tokoh masyarakat, pemuda, guru, bahkan kader posyandu bisa dilibatkan dalam forum publik sebagai agen edukasi di tingkat lokal. Mereka bisa jadi jembatan informasi dan pendampingan awal bagi korban yang butuh pertolongan, terutama di daerah yang belum punya akses layanan hukum atau psikologis.
5. Menangkal Normalisasi Kekerasan Lewat Narasi Kritis
Forum publik punya kekuatan untuk melawan narasi-narasi keliru yang sering menyalahkan korban. Misalnya, narasi seperti “istri durhaka pantas dipukul” bisa dibantah lewat diskusi publik yang berdasarkan nilai kemanusiaan dan perspektif gender yang adil.
Dengan edukasi berulang dan partisipasi masyarakat, narasi lama yang toxic bisa perlahan digantikan dengan pemahaman baru yang lebih sehat.
Format Forum Publik yang Efektif untuk Isu KDRT
Penyampaian isu yang sensitif seperti ini butuh pendekatan yang tepat. Berikut beberapa bentuk forum publik yang bisa diadaptasi:
Forum Komunitas Lokal
Diskusi tatap muka di kelurahan, desa, atau lingkungan RT/RW dengan fasilitator yang dilatih. Forum ini cocok untuk membangun empati dan keterlibatan langsung dari warga.
Diskusi Online Bertema Kekerasan Domestik
Cocok untuk menjangkau audiens muda atau profesional yang aktif secara digital. Bisa dilakukan lewat Zoom, YouTube Live, atau Twitter Space dengan topik seputar KDRT, kesehatan mental korban, hingga dukungan hukum.
Podcast atau Konten Edukatif Sosmed
Mengangkat kisah nyata (dengan izin), tips perlindungan hukum, atau mitos seputar KDRT dalam bentuk audio/visual. Ini bisa menjangkau audiens lebih luas dan lebih relate.
Sesi Konseling Kolektif
Gabungkan forum dengan sesi support group untuk penyintas. Format ini lebih intim dan bisa jadi proses healing bagi korban yang masih memulihkan diri.
Hal yang Perlu Diperhatikan Agar Forum Aman dan Efektif
Mengingat isu ini sangat sensitif, pengelolaan forum harus memperhatikan:
- Privasi peserta. Hindari menyebut nama atau lokasi korban jika tanpa izin. Jaga kerahasiaan identitas.
- Fasilitator yang berpengalaman. Penting untuk menjaga agar forum tetap kondusif, empatik, dan tidak memicu trauma ulang.
- Ruang bebas stigma. Tidak ada tempat untuk menyalahkan korban atau mempertanyakan pengalaman mereka.
- Kolaborasi dengan pihak profesional. Hadirkan psikolog, pendamping hukum, atau lembaga resmi untuk menangani pertanyaan atau kasus nyata.
Masyarakat Bisa Mulai dari Lingkungan Terkecil
Satu forum publik tidak harus mengubah dunia. Tapi, ketika satu lingkungan mulai punya ruang aman untuk bicara soal kekerasan, efeknya bisa meluas. Bisa dimulai dari pengajian ibu-ibu, diskusi pemuda karang taruna, atau kelas edukasi keluarga di posyandu. Yang penting, ada niat untuk membuka ruang diskusi yang sehat dan solutif.
Karena perubahan sosial yang besar seringkali dimulai dari obrolan kecil yang tulus.